Jumat, 27 Mei 2011

Kudi Banjarnegara... Karya Agung Sang Maestro.




Dari lokasi pembuatannya di sekitar Jawa Tengah bagian barat seperti Banjarnegara dan Banyumas, jumlah koleksi kudi dapat dihitung dengan jari. NUSANTARA kita kaya akan karya seni, khususnya senjata. Setiap wilayah menyimpan karakteristik sendiri, sepertidi Yogyakarta dan Solo yang terkenal dengan keris, sedangkan Jawa Barat punya kujang.
Adapun wilayah Banyumasan, atau Jawa Tengah bagian barat, ada senjata yang kini nyaris punah karena sulit ditemukan. Namanya kudi dan berfungsi ganda sebagai alat kerja sekaligus senjata. Sekilas bentuknya mirip kujang. Panjang hanya sekitar 20 sentimeter dan bentuknya melengkung.
Pada lengkung dalam, bentuknya agak kotak, sedangkan lengkung luarnya bergerigi seperti gergaji. Ada lubang-lubang pada logamnya, beberapa jumlahnya lima tetapi ada pula yang punya sembilan lubang. Kudi memang belum terlalu terkenal karena sudah semakin sulit ditemukan. Bahkan dari lokasi pembuatannya di sekitar Jawa Tengah bagian barat seperti Banjarnegara dan Banyumas, jumlah koleksi kudi dapat dihitung dengan jari.
Kendati demikian, kudi sudah diadopsi menjadi ikon Banyumas. Senjata tersebut biasa dibawa Bawor. tokoh pewayangan yang menjadi simbol kabupaten tersebut. Salah satu pengoleksi kudi ialah Raden Tumenggung (RT) Noerring W Doyo Dipuro yang juga pemilik Padepokan Jolo Sutro Banjarnegara. Noerring mengaku koleksinya pun didapat secara kebetulan.
"Kudi yang saya koleksi termasuk cukup tua karena dibuat pada zaman Kerajaan Mataram. Kudi ini saya peroleh di Desa Gumelem, Kecamatan Susukan, Banjarnegara," ujarnya. Menurut dia, kudi memang memiliki karakteristik bentuk tersendiri. Namun, kalau dilihat dari bentuknya, kudi sangat dipengaruhi oleh kujang atau kudi kukilo yang dibuat pada zaman Kerajaan Padjajaran.
"Lihat saja kujang dan kudi kukilo yang dibuat saat zaman Padjajaran, hampir sama," ujarnya. Namun, menurut Noerring, bedanya kudi Banyumasan lebih melengkung dan dibuat ketika zaman Kerajaan Mataram. Kebetulan, wilayah Banyumasan masih masuk daerah kekuasaan Mataram. Bahari baku Sepengetahuan Noerring, peninggalan kudi masih beberapa. "Salah satunya di tempat saya,
Kepunyaan saya punya lubang sembilan."



Bahan baku yang dipakai untuk membuat benda-benda pusaka, seperti kudi, kujang, keris, tombak dan sebagainya umumnya mempunyai tiga unsur. Yakni baja, titanium, di.n batu meteor. "Proses pembuatannya memang masih misteri sampai sekarang, tetapi yang jelas titik didih untuk membuat senjata-senjata semacam itu sangat tinggi, mencapai 1.300 derajat celsius," jelasnya.
Noerring pun mendengar kabar bahwa konon senjata-senjata itu juga mengandung senyawa arsenik, sebuah senyawa yang mematikan. Menurut Noerring, di kalangan masyarakat Jawa, senjata seperti kudi, keris, tombak, dan kujang mengandung dua dimensi. Yakni isoteris dan eksoteris.
"Isoteris berhubungan dengan kasat mata, dengan sebagian orang memiliki senjata untuk pengandel atau sugesti. Sementara itu, dimensi eksoteris terkait dengan seni, dengan sebetulnya benda-benda tersebut memang sangat mengagumkan dari kaca mata proses pembuatan dan karakteristik seninya." Bambang Hartono yang pernah menjabat Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyumas mengungkapkan bahwa kudi di tingkat masyarakat Banyumas sesungguhnya alat kena.
"Kudi biasa dipakai warga Banyumas zaman dulu sebagai alat pertanian. Di sisi lain, para ksatria atau pejabat di wilayah Jawa Tengah bagian barat menggunakannya sebagai senjata. Bahkan diyakini kalau lubang-lubang yang ada di senjata kudi merupakan tanda kepangkatan," ujar Bambang yang gemar mengoleksi senjata-senjata kuno.
Bambang mengatakan seki las benda-benda tersebut memang seperti pisau yang terbuat dari baja. Namun, sebetulnya, lanjut Bambang, kandungan logam dalam senjata itu sangat berbeda. "Makanya, kebanyakan pengoleksi senjata kuno itu melakukan kajian dengan teknik metalurgi sehingga kalau ada transaksi jual beli harganya bisa selangit. Banyak yang sampai puluhan juta rupiah," kata Bambang.
Sementara itu, Ketua Tosan Aji Banyumas Pararto Widjajakusuma mengungkapkan bahwa saat ini semakin banyak generasi muda yang kurang mengenal warisan adiluhung bangsa tersebut. "Banyak di antara anak muda yang sama sekali tidak tahu apa itu kudi," imbuh dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar